Pragmatisme adalah aliran yang menjadi besar pengaruhnya khususnya di USA pada abad ke-20 hingga mampu menyaingi idealisme dan realisme. Sesungguhnya landasan berpikir pragmatik dirintis sejak zaman pra-Socrates di Yunani oleh Herakleitos, dan Protagoras (sezaman dengan Socrates). Kebiasaan rata-rata warga USA yang kurang bersimpati pada teori yang murni membawa tokoh realisme abad ke-19 seperti Charles Peirce dan William James cenderung menyelidiki terjadinya proses pengetahuan dan bagaimana hubungan antara teori dan praktek (tindakan/action).
Menurut aliran pragmatisme, manusia mampu mencapai bentuk ide (pikiran) yang jelas dan efektif khususnya apabila akibat-akibat dari penggunaan suatu ide itu langsung dialami ketika terdapat kesempatan untuk mencobakan baik tidaknya ide itu di dalam praktek keseharian. Justru uji kebenaran dari suatu ide terletak pada kegunaan langsung dalam praktek (The truth isin the making) dan tidak pada teori secara spekulatif.
John Dewey di awal abad 20 berhasil merumuskan proses berpikir secara praktis (berciri reflektif) dengan mengidentifikasi lima tahapannya, sampai menghasilkan karya klasiknya Democracy and Education (1916) dan mempromosikan aliran pragmatisme sebagai filsafat hidup yang tidak intelektualistik sifatnya. Dengan menjadikan pragmatisme sebagai filsafat hidup, tujuan pendidikan ialah agar terwujud pertumbuhan dan perkembangan pada semua orang, khususnya dengan jalan belajar melalui pengalaman keseharian memecahkan masalah.
Pragmatisme Dalam Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, aliran pragmatisme terfokus pada penerapan metode berpikir reflektif secara mendasar ke dalam kurikulum dan metode mengajar. Seorang guru dari mazhab pragmatik akan menyajikan bahan ajar pelajaran sejarah khususnya sebagai rekaman ragam pengalaman manusia dalam mengukur dan mempertimbangkan pengetahuan dan nilai berdasarkan pemahaman tentang kenyataan yang aktual (bukan kenyataan sejati yang tak terjangkau akal).
Pengetahuan manusia tumbuh semakin akurat sejalan dengan keberhasilan memperlakukan pengalaman dengan cara yang teliti. Karena itu mazhab pragmatisme menekankan pentingnya kita melakukan cara-cara berpikir dengan baik dan berupaya agar pada siswa tumbuh sikap berpikir kritis agar tak mudah dengan begitu saja menerima sesuatu sebelum dianggap benar.
Pandangan filsafat pragmatisme dalam pendidikan kemudian berkembang dalam bentuk “falsafah instrumentalisme Dewey” yang melakukan pembaharuan/reformasi konsep sekolah (pendidikan) dan “eksperimentalisme Kilpatrick” yang lebih menekankan pentingnya faktor metodologi mengajar keseharian oleh guru (contoh: metode proyek) ketimbang perencanaan kurikulum.
Referensi: Handbook Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, FIP – UPI Bandung 2007
Pandangan Aliran Pragmatisme Tentang Pendidikan – Padamu Negeri