Mencari atlet yang masih aktif dan berprestasi ketika usia memasuki kepala empat bukan perkara mudah, bahkan untuk tingkat internasional. Ketatnya persaingan untuk meraih predikat terbaik membuat para atlet sudah memasuki masa pensiun pada saat berusia 30 – 35 tahun. Namun bagi Nurhayati yang sudah 20 tahun lebih meng-goes sepeda di berbagai kompetisi dalam dan luar negeri, merebut medali masih bisa dilakukannya ketika memasuki usia 42 tahun.
Pada SEA Games tanggal 11-22 November 2011 di Jakarta dan Palembang lalu, umur Nurhayati atlet sepeda Indonesia ini sudah 42 tahun. Hasilnya lumayan masih bisa berprestasi untuk bangsa, dengan menyumbang medali perunggu. SEA Games ke-26 mungkin yang terakhir baginya dan keikutsertaannya akan lebih fokus mendampingi atlet-atlet muda seperti Uyun Muzizah dan kawan-kawan.
Nurhayati Ratu Sepeda Indonesia
Mendulang medali di ajang SEA Games sudah dimulainya sejak tahun 1989, pada sat itu ia sukses meraih 1 medali emas dan 1 perak. Setelah itu ia tidak pernah absen mengikuti rangkaian pesta olah raga negara-negara Asia Tenggara ini. Prestasi spektakuler diraihnya di ajang SEA Games tahun 1997. Ia merebut 5 medali emas dan berhasil memecahkan satu rekor SEA Games.
Prestasi terbaik tingkat Benua Asia dicapainya saat mengikuti Asian Games tahun 2001, raihannya 3 perak dan 2 perunggu. Mbak Nur begitu ia biasa disapa juga pernah meraup emas di Australia dalam kejuaraan Ocean Games. Tidak tanggung-tanggung ia menyabet 6 medali emas
Dengan daftar panjang kejuaraan yang diikutinya di dalam dan luar negeri, serta kalungan medali yang diperolehnya sangat pantas kalau menyebut Nurhayati sebagai Ratu Sepeda Indonesia.
Perjuangan Nurhayati menjadi Atlet Sepeda Indonesia
Nurhayati bercerita perjalanan panjang menjadi atlet olah raga kereta angin ini yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan.
“Saya dulu waktu juara SEA Games pernah tidak naik kelas. Saya terima rapor yang biru hanya olah raga doang. Semua memang karena program pelatihan yang sangat ketat waktu itu. Tapi begitulah saya bawa medali emas tapi saya tinggal kelas. Padahal sebelumnya saya pernah 3 besar di sekolah,” ungkapnya dengan sedikit nada getir ketika bercerita tentang pengalamannya bersekolah sebagai atlet.
Itulah sebabnya ketika banyak atlet yunior curhat kepadanya tentang kendala yang dihadapi di sekolah, ia menjadi sangat mahfum. Menurutnya kalau seorang atlet sudah fokus meraih prestasi waktunya untuk belajar di kelas sudah sangat minim sekali.
Untuk olah raga seperti balap sepeda nomor road race yang latihannya bisa menjelajah ratusan kilometer. Jelas tidak ada waktu lagi untuk kembali ke sekolah.
“Waktu saya dulu jelas ini kendala bagi atlet tapi kenapa sampai sekarang masih begitu. Seharusnya sudah ada solusi untuk mengatasi masalah ini misalnya atlet bisa belajar mandiri lewat modul yang dikirimkan sekolah. Kalau latihan mengejar prestasi itu bisa pagi, siang, sore, bisa seharian. Nah, malam kita gunakan kesempatan untuk belajar,” ujarnya
Ia berharap pemerintah dalam hal ini kementerian pendidikan dan kebudayaan dapat memberi perhatian terhadap masalah yang dihadapi atlet muda ini. “Kalau kita mau bersaing dengan negara lain ya dukunglah atlet kita,” tandasnya.
Sekolah menurutnya terkadang tidak mau mengerti dengan kondisi yang dihadapi atlet. Pejuang olah raga ini disudutkan pada dua pilihan mau prestasi di sekolah atau prestasi di olah raga. Tidak jarang kondisi ini membuat atlet harus keluar masuk sekolah mencari yang dapat memahami kondisi mereka. Menurut, admin Padamu.net, bagaimana dengan model Homeschooling ?
“Apalagi tuntutan nilai NEM sekarang mesti tinggi untuk bisa lulus dari sekolah, ini menjadi tekanan tambahan bagi atlet yang masih pelajar.”
Sekolah Olah Raga untuk Para Atlet
Salah satu solusi yang dapat membantu atlet menurutnya adalah sekolah olah raga seperti di Ragunan, Jakarta. Sayangnya belum setiap daerah mempunyai sekolah seperti itu. Ia berharap penentu kebijakan baik regulasi maupun anggaran, pemerintah dapat memikirkan hal ini.
Kalau ingin melihat olah raga Indonesia menapak ke jenjang yang lebih tinggi, perlu lebih banyak sekolah olah raga, kalau bisa di setiap provinsi.
Bagi Nurhayati sebenarnya secara bertahap beberapa permasalahan atlet yang mengganggu konsentrasi mereka dalam meraih prestasi tertinggi sudah mulai dibereskan pemerintah. Kasus atlet yang terlunta-lunta pada saat memasuki usia tua mungkin tidak akan terjadi lagi karena ada program Tunjangan Hari Tua dari kantor Menpora.
Atlet yang pernah meraih prestasi tingkat nasional pada saat memasuki usia 50 tahun dapat mengajukan memperoleh tunjangan. Di samping itu pemerintah juga menyiapkan dukungan kredit bagi atlet yang ingin membeli perumahan.
“Perhatian terhadap bonus atlet juga sudah bagus. Saya juga selalu mengingatkan kepada teman-teman atlet terutama yang masih muda agar bijaksana dalam mengelola keuangan saat hujan bonus. Jangan berfoya-foya. Kalau sebelum jadi juara sederhana, setelah juara tetap sederhana. Uangnya ditabung untuk masa depan,” paparnya. Baginya bonus boleh dinikmati asal tahu batasnya.
Penghargaan lain yang diperolehnya sebagai atlet adalah kesempatan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ia bersyukur sebagai warga Yogyakarta memiliki Walikota dan Sekda yang benar-benar memberikan perhatian kepada atlet dan olah raga goes ini.
“Saya dipanggil Pak Sekda dan ditawarkan menjadi PNS di Dinas Pemuda Olah Raga, katanya ini penghargaan buat saya,” katanya sambil tersenyum lebar. Bagaimana dengan sosok pendongeng Indonesia?
Ia bersyukur bisa memiliki pemerintahan yang berani membuat kebijakan yang pro-sepeda kemudian masyarakatnya juga mencintai sepeda. Sebagai atlet yang sudah berkeliling hampir ke seluruh wilayah Indonesia dengan sepeda, ia merasa negeri ini sangat cocok mengembangkan sepeda sebagai sarana transportasi dan olah raga.
Sebagai atlet senior Nurhayati merintis karir barunya sebagai pelatih bersama suaminya Hendri yang sudah memulainya lebih awal. Ia sudah melapor kepada pimpinannya di Dispora Yogya untuk merintis konsep sekolah sepeda.
“Lokasi sudah siap digunakan, dukungan pemerintah sudah didapat, program juga sudah disiapkan, anak-anak dan para orang tua juga sudah antusias memulai pelatihan,” paparnya bersemangat. Sekali waktu ia menjadwalkan untuk berkunjung ke sekolah-sekolah memberi semangat kepada calon pejuang olah raga Indonesia.
“Saya juga lebih pede bercerita kepada murid dan orang tua kalau dengan olah raga sekarang masa depan lebih terjamin, lebih baik dibanding masa lalu. Dapat beasiswa, bonus lumayan, peluang PNS, tunjangan hari tua, dan lain-lain,” katanya. Ia berharap semoga kondisi ini membuat para orang tua lebih ikhlas mendukung anaknya memilih profesi atlet.
Sosok Nurhayati, Atlet Sepeda Indonesia