Nama Liberty Manik atau yang lebih dikenal dengan L Manik mungkin banyak yang mengenal hanya seorang seniman pencipta lagu wajib Satu Nusa Satu bangsa, padahal beliau juga seorang intelektual yang mengenyam pendidikan sampai ke luar negeri.
L Manik lahir pada tahun 21 November 1924 dengan nama lahir bernama Raja Tiang Manik, dari pasangan Raja Patihan Manik dan Salat br. Situmorang di sebuah desa kecil kampung Huta Manik, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, 18 kilometer dari ibukota Kabupaten, Sidikalang, Sumatera Utara. Masa kecil dihabiskan di desa kelahirannya dan setelah menyelesaikan studinya di HIS Sidikalang pada tahun 1940, beliau melanjutkan belajar di sekolah guru HIK Muntilan.
Saat menempuh pendidikan di HIK Muntilan, L Manik berkenalan dengan Cornel Simanjuntak (salah seorang pencipta lagu wajib Indonesia) dan juga bersahabat dengan Alferd Simanjuntak pencipta lagu Bangun Pemudi Pemuda. Namun, saat Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942, HIK Muntilan ditutup dan L Manik muda terpaksa bekerja sebagai pemain biola dan penyanyi di Semarang Hoyokyooku.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, L Manik pada tahun 1946 kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi dan bakat musik semakin dikembangkan dengan mendirikan kelompok paduan suara “Koor Lagu-lagu Tanah Air”, melalui kelompok paduan suara inilah lagu Satu Nusa Satu Bangsa makin dikenal luas.
Perjalanan hidup Liberty Manik terus berlanjut setelah pada tahun 1949, pindah kembali ke Jakarta untuk bekerja di Majalah Arena milik H. Usmar Ismail. L Manik akhirnya kembali ke kampung halamannya di Sumatera Utara pada tahun 1951 Liberty dan aktif dalam kelompok paduan suara di RRI Medan.
Bakat musik L Manik terus berkembang setelah mendapat beasiswa dari Lembaga Kerjasama Indonesia-Belanda untuk memperdalam seni musik di Amsterdam tahun 1954 dan berhasil lulus sebagai dirigen koor pada tahun 1955. Kembali beasiswa diperoleh L Manik dari Pemerintah Jerman untuk melanjutkan studinya di Freie Universitat di Berlin Barat pada tahun 1959. Beliau lulus dengan predikat Magna Cum Laude pada tahun 1968 melalui disertasi yang berjudul “Das Arabische Tonsystem im mitte letter” yang mengulas kajian kitab-kitab musik para filsuf muslim seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ihwan al-Safa. Beliau pun tinggal di Eropa selama kurang lebih 18 tahun.
Tahun 1976, L Manik kembali ke Indonesia dan bekerja di DGI hingga akhir hayatnya yaitu pada tanggal 16 September 1993 di Yogyakarta, kota yang dicintainya dan dimakamkan di pemakaman seniman di Imogiri, Bantul, Yogyakarta.Tahun 1976, Liberty kembali ke Indonesia dan mengajar musik di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan di Dewan Gereja Indonesia. Selain itu, beliau melakukan kajian yang mendalam mengenai Gondang, musik khas Batak dan bahasa Batak kuno. Karya lainnya adalah menerjemahkan dan mementaskan oratorium Mattheus Passion dan Weichnachtsoratorim karangan JS Bach di Jogyakarta tahun 1980-an. Serta Batak Handschriften. W Voigt (editor)Vol XXVIII Verzeichnis der orientalischen Handschriften in Deutschland, Wiesbaden (1973).
Raja Tiang Manik alias Liberty Manik atau L Manik wafat tanggal 16 September 1993 di Yogyakarta dan dimakamkan di pemakaman seniman di Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Pemerintah daerah tempat kelahiran L Manik pun membangun monumen Liberty Manik untuk mengenang jasa putera daerahnyadan diresmikan tahun 1997.
Disarikan dari beberapa sumber