Tahun ini, ujian nasional akan diberlakukan dengan standar High Order Thinking Skills (HOTS). Namun, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengaku telah mendeteksi gejala ketertinggalan siswa-siswa pada mata pelajaran matematika.
Untuk merespon ketertinggalan peserta didik di dalam matematika, maka pemerintah dalam hal ini kemendikbud memiliki solusi untuk lebih memperkuat pola ajar bernalar tingkat tinggi atau High Order Thinking Skills (HOTS).
Melalui pola ajar dan ujian yang berstandar HOTS ini, diharapkan mampu mengasah otak siswa untuk mencerna mata matematika maupun mata pelajaran lain, seperti IPA serta materi-materi lain yang diperlukan untuk menghadapi era revolusi industri 4.0.
Muhadjir Effendy menegaskan bahwa di era digital dan revolusi industri 4.0 ini siswa harus menguasai keterampilan 4C yang terdiri dari critical thinking, collaboration, communication skill dan creativity dan ditambahkan satu lagi yaitu percaya diri.
Untuk mengoptimalkan pola ajar HOTS di kelas, Kemendikbud telah melakukan pelatihan secara besar-besaran kepada guru matematika dan IPA. Pelatihan itu dimaksudkan agar guru juga memahami bagaimana esensi dari proses belajar yang bernalar tinggi atau HOTS.
“Kita juga bekerja sama dengan beberapa pihak termasuk yang agak masif dengan perusahaan Casio untuk pengenalan matematika dengan menggunakan kalkulator dalam penalaran HOTS,” jelas Muhadjir Effendy di Jakarta.
High Order Thinking Skills (HOTS)
Apakah yang dimaksud dengan High Order Thinking Skills (HOTS) itu?
High Order Thinking Skills (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi ( HOTS ) adalah konsep reformasi pendidikan berdasarkan kaidah dan prinsip pembelajaran. Idenya adalah bahwa beberapa jenis pembelajaran membutuhkan lebih banyak pemrosesan kognitif daripada yang lain, tetapi juga memiliki manfaat yang lebih umum. HOTS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 untuk menghadapi abad 21.
Misalnya, pada kaidah dan prinsip pembelajaran Bloom (taksonomi Bloom) , keterampilan yang melibatkan analisis, evaluasi, dan penciptaan pengetahuan baru dianggap memiliki tatanan lebih tinggi, sehingga membutuhkan metode belajar dan pengajaran yang berbeda daripada pembelajaran fakta dan konsep.
Berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking) melibatkan pembelajaran keterampilan penilaian yang kompleks seperti pemikiran kritis dan pemecahan masalah. Misalkan dalam pelajaran matematika, HOTS menghilangkan banyak metode aritmetika standar , sebaliknya mengandalkan siswa untuk membangun cara mereka sendiri untuk menghitung rata-rata , dan melakukan perkalian dan pembagian.
Upaya yang kini telah dilakukan Kemendikbud tersebut diharapkan mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menyerap materi matematika di sekolah. Begitu pun guru diharapkan mampu meningkatkan mutu ajarnya. Oleh sebab itu, diperlukan latihan mengerjakan soal-soal non-rutin seperti HOTS dalam meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Para guru dan tenaga pendidik harus memahami taksonomi berpikir dan pemecahan masalah secara kreatif. Selain itu, pemahaman terhadap berbagai taksonomi dan pemeringkatan pemahaman siswa guna menguasai level kognitif dalam pemecahan masalah menjadi salah satu upaya meningkatkan mutu pembelajaran.
Dalam membantu siswa mengembangkan kemampuan tersebut, maka diperlukan latihan HOTS. Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar di kelas seperti ketika ulangan harian, UTS atau UN, guru dapat memberikan soal-soal atau latihan yang memuat HOTS. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan memberi sejumlah latihan soal HOTS dalam pemecahan masalah dalam hal ini yaitu soal-soal matematika.
Wacana High Order Thinking Skills (HOTS) Untuk Matematika